Minggu, 26 Juli 2009

Sabtu, 18 Juli 2009

ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN ENDOKRIN: DIABETES MELITUS




Diabetes Meletus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12 juta orang, tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes meletus sudah terdiagnosis sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerikas Serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes baru di diagnosis setip tahunnya. (Healthy People, 1990).
Jumlah penderita DM di dunia dan Indonesia diperkirakan akan meningkat, jumlah pasien DM di dunia dari tahun 1994 ada 110,4 juta, 1998 kurang lebih 150 juta, tahun 2000= 175,4 juta (1 ½ kali tahun 1994), tahun 2010=279,3 juta (+ 2 kali 1994) dan tahun 2020 = 300 juta atau + 3 kali tahun 1994. Di Indonesia atas dasar prevalensi + 1,5 % dapatlah diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, 1998= 3,5 juta, tahun 2010 = 5 juta dan 2020 = 6,5 juta.
Pendapat umum menyatakan bahwa pada usia lanjut kita hanya berhadapan dengan Diabetes tipe II (DM-2). Memang sebagian besar benar demikian, tetapi kini ada tendensi lain karena Diabetes tipe I (DM-1) di usia lanjut bertambah, ditambah pula dengan insulin requring cases, LADA. Meskipun ada impared immunological response, kerusakan sel beta primer (DM-1) masih mungkin terjadi pada usia lanjut. Di usia lanjut terdapat 5% IGF ringan atau berat (Marble, 1985). Di Barat 1/6 populasi di atas 60 tahun DM dan diatas 85 tahun ¼-nya diabetes (Goldberg, 1987). Di USA 10,6% usia di bawah 40 tahun menderita diabetes, sedang di atas 80 tahun 40% diabetes. Pada usia sehat sehingga umur 73 tahun, disimpulkan oleh Coon (1992) bahwa sensitivitas insulin dan toleransi glukosa dipengaruhi terutama oleh distribusi lemak regional (WHR), dan bukannya oleh usia, obesitas ataupun VO2 max (Coon, 1992).
Penderita diabetes meletus kini dapat hidup semakin lama oleh karena itu baik diabetes tipe I atau tipe II lebih sering terlihat dalam populasi lansia, tanpa tergantung pada tipe diabetes atau lamanya sakit diabetes, tujuan terapi diabetes mungkin perlu diubah ketika merawat pasien lansia fokusnya adalah masalah kualitas hidup seperti mempertahankan kemampuan untuk mengurus diri sendiri tanpa bergantung orang lain dan meningkatkan kesehatan secara umum.
Sebagian besar lansia tidak mampu untuk melaksanakan rencana terapi diabetes yang rinci, namun demikian kita tidak boleh berasumsi bahwa semua pasien yang berusia lebih tua hanya dapat mengikuti susunan terapi yang sederhana, meskipun tujuan terapi yang sederhana, meskipun ujuan terapi semata-mata adalah untuk menghindari hipoglikemia, simptomatik pasien tertentu mungkin menghendaki terapi yang kompleks sehingga memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar terhadap susunan diet dan jadwal hariannya.
Beberapa barier yang menghambat pembelajaran dan perawatan mandiri pada lansia mencakup penurunan daya penglihatan, pendengaran, kognitif, mobilitas serta koordinasi motorik halus, peningkatan tremor, depresi dan perasaan kesepian, berkurangnya sumber-sumber keuangan, serta keterbatasan yang berhubungan dengan penyakit.